Dugaan Korupsi Proyek Rehabilitasi Gudang Barang Bukti Kejati Riau: Minim Transparansi dan Sarat Kejanggalan
"Kehadiran pihak Kejagung di Riau menjadi suatu harapan untuk segera melakukan pemeriksaan terkait Pekerjaan Gudang Barang Bukti Kejati Riau yang di jalan Arifin Achmad "

TINDAKTEGAS.COM | PEKANBARU, Dugaan korupsi dalam proyek rehabilitasi gudang barang bukti Kejaksaan Tinggi (Kejati) Riau kembali mencuat. Proyek senilai Rp6,7 miliar yang dibiayai oleh APBD Riau 2024 dan dikerjakan oleh CV. Bulat Air ini disorot karena minim progres serta tidak transparan. Sejumlah indikasi penyimpangan mengarah pada dugaan pelanggaran UU Tindak Pidana Korupsi.
Indikasi Penyimpangan: Proyek “Siluman” yang Tertutup
Berdasarkan pantauan di lapangan, proyek yang berlokasi di Jalan Arifin Achmad tampak tidak menunjukkan perkembangan signifikan. Bahkan, warga sekitar mengaku tidak mengetahui aktivitas konkret yang berlangsung. Papan proyek pun tidak terlihat di lokasi, sebuah indikasi kuat bahwa proyek ini berpotensi menyalahi aturan keterbukaan informasi publik sebagaimana diatur dalam UU No. 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik.
Lebih mencurigakan, justru kantor Kejati Riau di Jalan Jenderal Sudirman yang mengalami kegiatan fisik, seperti pembangunan klinik dan kanopi, meskipun proyek yang diumumkan seharusnya berada di gudang barang bukti. Hal ini menimbulkan pertanyaan apakah proyek tersebut fiktif atau dialihkan tanpa prosedur yang jelas.
PPK Lempar Tanggung Jawab, PPTK Mengelak
Saat dikonfirmasi, Dicky, Pejabat Pelaksana Teknis Kegiatan (PPTK) proyek, mengaku hanya menjalankan tugas sesuai Surat Keputusan (SK). Ia menegaskan bahwa tanggung jawab utama berada pada kontraktor dan konsultan pengawas. Pernyataan ini mengindikasikan adanya pembiaran terhadap potensi penyimpangan dan berpotensi melanggar Pasal 3 UU No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, yang mengatur penyalahgunaan kewenangan yang dapat merugikan negara.
Sementara itu, Zikrullah, Kepala Seksi Penerangan Hukum Kejati Riau, mengungkapkan bahwa proyek tersebut belum diserahterimakan, tetapi tidak memberikan keterangan lebih lanjut terkait dugaan penyimpangan.
Dugaan Proyek Titipan dan Konflik Kepentingan
Spekulasi semakin menguat bahwa proyek ini merupakan proyek "titipan" yang melibatkan petinggi Kejati Riau dan pejabat daerah. Dugaan ini didasari oleh fakta bahwa Kepala Kejati Riau, Akmal Abbas, akan memasuki masa pensiun pada akhir 2025. Publik mencurigai proyek ini sebagai upaya "bancakan anggaran" sebelum masa jabatannya berakhir.
Kondisi ini diperparah dengan fakta bahwa Pemerintah Provinsi Riau mengalami defisit anggaran yang menyebabkan tunda bayar proyek hingga ratusan miliar rupiah pada 2024. Seharusnya, anggaran difokuskan pada proyek yang lebih prioritas dan berdampak langsung pada masyarakat.
Potensi Pelanggaran Hukum
Jika dugaan korupsi ini terbukti, maka beberapa pasal dalam UU Tipikor bisa dikenakan kepada pihak-pihak yang terlibat, antara lain:
1. Pasal 2 ayat (1) UU No. 31 Tahun 1999, yang menyatakan bahwa setiap orang yang secara melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain yang merugikan keuangan negara dapat dipidana penjara seumur hidup atau pidana 4-20 tahun.
2. Pasal 3 UU No. 31 Tahun 1999, yang mengatur penyalahgunaan kewenangan dalam jabatan yang dapat merugikan negara.
3. Pasal 55 KUHP, yang mengatur keterlibatan pihak lain dalam tindak pidana.
Kejati Riau dan Korupsi: Rekam Jejak Buruk
Kejati Riau bukan pertama kali terseret dalam dugaan kasus korupsi. Sepanjang 2024, institusi ini menangani 43 kasus dugaan korupsi, dengan 11 di antaranya naik ke tahap penyidikan. Bahkan, Kejati Riau sebelumnya telah menyelamatkan kerugian negara sebesar Rp12,6 miliar dari berbagai kasus korupsi. Namun, apakah mereka akan bertindak tegas dalam kasus yang justru menyeret institusi mereka sendiri?
Publik Menanti Ketegasan Hukum
Dugaan korupsi dalam proyek rehabilitasi ini harus diusut tuntas demi menegakkan prinsip transparansi dan akuntabilitas. Jika tidak, Kejati Riau akan kehilangan kredibilitas sebagai lembaga penegak hukum. Masyarakat berharap aparat penegak hukum, termasuk Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), turut melakukan audit terhadap proyek ini.
Jika dugaan ini benar, maka hukuman tegas harus diberikan kepada semua pihak yang terlibat, termasuk pejabat yang terbukti menyalahgunakan wewenang. Kejati Riau harus membuktikan bahwa mereka berdiri di pihak keadilan, bukan justru menjadi bagian dari permainan kotor anggaran negara.(*)
Editor: bob_riau