Skandal Oplosan BBM di Pertamina: Bukti Kegagalan Pengawasan?
" Kejadian ini menjadi alarm bagi pemerintah untuk memperketat pengawasan di BUMN energi. Jika tidak ada reformasi menyeluruh, kasus serupa hanya tinggal menunggu waktu untuk terulang"

TINDAKTEGAS.COM | PEKANBARU - Kasus dugaan korupsi di Pertamina Patra Niaga semakin menguat dengan ditetapkannya tujuh tersangka, termasuk Direktur Utama Riva Siahaan. Modus operandi yang digunakan adalah pengoplosan minyak mentah berkualitas rendah menjadi BBM dengan nilai oktan lebih tinggi. Dampak dari praktik ilegal ini diperkirakan merugikan negara hingga Rp193,7 triliun.
Namun, pertanyaan besar yang muncul adalah bagaimana skema ini bisa berlangsung selama bertahun-tahun tanpa terdeteksi? Apakah sistem pengawasan di Pertamina dan kementerian terkait begitu lemah sehingga praktik manipulasi ini bisa lolos? Jika dugaan ini terbukti, berarti ada cacat sistemik dalam pengelolaan energi nasional.
Selain itu, keterlibatan pejabat tinggi seperti Riva Siahaan menambah ironi, mengingat sebelumnya ia menerima penghargaan dalam bidang lingkungan. Bagaimana mungkin seorang yang mendapat apresiasi karena kinerja baiknya justru terseret dalam skandal sebesar ini?
Tak hanya itu, dampak kasus ini jelas merugikan masyarakat. Jika Pertalite dioplos menjadi Pertamax dan dijual dengan harga lebih mahal, konsumen pada akhirnya menjadi korban penipuan sistematis. Haruskah rakyat yang membayar pajak juga harus menanggung akibat dari korupsi yang dilakukan segelintir elite?
Kini, publik menanti langkah Kejaksaan Agung dalam menuntaskan kasus ini. Apakah mereka berani mengusut tuntas hingga ke aktor-aktor besar di balik layar? Ataukah kasus ini akan berakhir seperti banyak skandal lainnya—menghilang begitu saja tanpa kejelasan?
Kejadian ini menjadi alarm bagi pemerintah untuk memperketat pengawasan di BUMN energi. Jika tidak ada reformasi menyeluruh, kasus serupa hanya tinggal menunggu waktu untuk terulang.(*)
Editor: Red