Dorongan Transparansi dalam Penanganan Kasus Asri Auzar

TINDAKTEGAS.COM | PEKANBARU - Pada Senin 3-3-2025 Penanganan kasus dugaan penggelapan tanah yang menjerat mantan Wakil Ketua DPRD Riau, Asri Auzar, menuai sorotan publik. Setelah tiga kali mangkir dari panggilan polisi, pihak kepolisian akhirnya melakukan pemanggilan paksa terhadap tersangka. Namun, ketika meninggalkan ruang pemeriksaan di Unit II Bangtah pada pukul 16'00 wib, Asri Auzar bersama pengacaranya tampak terburu-buru menghindari awak media yang telah menunggu sejak siang.
Di sisi lain, penyidik yang dimintai keterangan terkait perkembangan kasus ini juga enggan berkomentar, dengan alasan bahwa informasi hanya dapat disampaikan oleh Kasat Reskrim. Situasi ini memicu pertanyaan publik mengenai transparansi penyelidikan yang tengah berjalan.
Kasus ini berawal dari laporan Vincent Limvinci pada September 2023 terkait dugaan penggelapan tanah di Jalan Delima, Pekanbaru. Berdasarkan laporan, tanah tersebut telah dibeli Vincent, tetapi kemudian disewakan oleh Asri Auzar kepada pihak lain tanpa sepengetahuan pemilik sah. Akibat perbuatan ini, Vincent mengklaim mengalami kerugian hingga Rp187,5 juta.
Penyidik Polresta Pekanbaru telah menetapkan Asri Auzar sebagai tersangka sejak awal Februari 2025 setelah gelar perkara yang dilakukan pada 24 Januari 2025. Berkas perkara telah dikirimkan ke Kejaksaan Negeri Pekanbaru, yang kini tengah menunggu kelengkapan dokumen untuk proses hukum lebih lanjut.
Publik mendesak Polresta Pekanbaru untuk lebih transparan dalam menangani kasus ini dan segera mengungkapkan hasil pemanggilan paksa terhadap Asri Auzar. Kepercayaan masyarakat terhadap institusi kepolisian sangat bergantung pada profesionalisme dan ketegasan dalam menegakkan hukum tanpa pandang bulu.
Kasus ini menjadi ujian bagi aparat penegak hukum di Pekanbaru, apakah dapat menuntaskan perkara ini dengan adil dan transparan atau justru membiarkannya berlarut-larut tanpa kejelasan. Masyarakat menantikan langkah tegas kepolisian dalam mengungkap fakta dan menegakkan hukum seadil-adilnya. (*)